Bengkulu - Timbunan limbah batu bara yang merupakan bekas pencucian dari lokasi eksploitasi tambang di sekitar kawasan Hutan Lindung Rindu hati mengakibatkan sungai Bengkulu tercemar.
"Ada dua perusahaan aktif yang sudah beroperasi sejak tahun 1980-an dan limbahnya sudah menumpuk di Sungai Bengkulu,"kata Direktur Yayasan Ulayat, Oka Adriansyah, Rabu (10/2).
Bengkulu - Timbunan limbah batu bara yang merupakan bekas pencucian dari lokasi eksploitasi tambang di sekitar kawasan Hutan Lindung Rindu hati mengakibatkan sungai Bengkulu tercemar.
"Ada dua perusahaan aktif yang sudah beroperasi sejak tahun 1980-an dan limbahnya sudah menumpuk di Sungai Bengkulu,"kata Direktur Yayasan Ulayat, Oka Adriansyah, Rabu (10/2).
Limbah batu bara bisa ditemukan sepanjang 30 kilometer (km) Sungai Bengkulu mulai dari Desa Penanding Kecamatan Karang Tinggi Kabupaten Bengkulu Tengah.
Sepanjang aliran sungai itu kini juga dipenuhi masyarakat yang mengumpulkan limbah baru bara untuk dijual ke pengumpul seharga Rp15 ribu per karung.
Tidak kurang dari 500 warga setiap harinya mengumpulkan batu bara dari dasar sungai untuk dijual ke pengumpul.
"Nelayan di muara Sungai Bengkulu kini juga sudah beralih menjadi pengumpul limbah batu bara karena hasil tangkapan sangat sedikit," tambahnya.
Oka mengatakan timbunan limbah batu bara tersebut merusak ekosistem sungai yang masih digunakan sebagai sumber air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bengkulu.
"Sampai sekarang PDAM masih menggunakan air Sungai Bengkulu untuk PDAM, padahal kualitasnya sangat buruk,"katanya.
Selain dicemari limbah batu bara, Sungai Bengkulu juga menjadi tempat pembuangan limbah pabrik karet.
Hasil penelitian Ulayat pada tahun 2009 lalu, tingkat kekeruhan air Sungai Bengkulu sudah berada di ambang batas yakni sebesar 421 NTU dari 5 NTU yang ditetapkan dalam Permenkes 907 tahun 2002 tentang pengawasan kualitas air.
Selain tingkat kekeruhan, perubahan warna yang ditolerir sebesar 15 PTCO sudah berada pada angka 267 PTCO. "Kandungan besi berada pada angka 0,76 mg per liter dari angka yang ditolerir sebesar 0,30 mg per liter," jelasnya.
Dengan kondisi ini, Ulayat sudah merekomendasikan agar PDAM menghentikan pengambilan air dari Sungai Bengkulu dan mengalihkan seluruh sumber air minum dari Air Nelas yang berada di Kabupaten Seluma.(ant/yan)
sumber :Era Baru News Rabu, 10 Februari 2010
"Ada dua perusahaan aktif yang sudah beroperasi sejak tahun 1980-an dan limbahnya sudah menumpuk di Sungai Bengkulu,"kata Direktur Yayasan Ulayat, Oka Adriansyah, Rabu (10/2).
Bengkulu - Timbunan limbah batu bara yang merupakan bekas pencucian dari lokasi eksploitasi tambang di sekitar kawasan Hutan Lindung Rindu hati mengakibatkan sungai Bengkulu tercemar.
"Ada dua perusahaan aktif yang sudah beroperasi sejak tahun 1980-an dan limbahnya sudah menumpuk di Sungai Bengkulu,"kata Direktur Yayasan Ulayat, Oka Adriansyah, Rabu (10/2).
Limbah batu bara bisa ditemukan sepanjang 30 kilometer (km) Sungai Bengkulu mulai dari Desa Penanding Kecamatan Karang Tinggi Kabupaten Bengkulu Tengah.
Sepanjang aliran sungai itu kini juga dipenuhi masyarakat yang mengumpulkan limbah baru bara untuk dijual ke pengumpul seharga Rp15 ribu per karung.
Tidak kurang dari 500 warga setiap harinya mengumpulkan batu bara dari dasar sungai untuk dijual ke pengumpul.
"Nelayan di muara Sungai Bengkulu kini juga sudah beralih menjadi pengumpul limbah batu bara karena hasil tangkapan sangat sedikit," tambahnya.
Oka mengatakan timbunan limbah batu bara tersebut merusak ekosistem sungai yang masih digunakan sebagai sumber air minum oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bengkulu.
"Sampai sekarang PDAM masih menggunakan air Sungai Bengkulu untuk PDAM, padahal kualitasnya sangat buruk,"katanya.
Selain dicemari limbah batu bara, Sungai Bengkulu juga menjadi tempat pembuangan limbah pabrik karet.
Hasil penelitian Ulayat pada tahun 2009 lalu, tingkat kekeruhan air Sungai Bengkulu sudah berada di ambang batas yakni sebesar 421 NTU dari 5 NTU yang ditetapkan dalam Permenkes 907 tahun 2002 tentang pengawasan kualitas air.
Selain tingkat kekeruhan, perubahan warna yang ditolerir sebesar 15 PTCO sudah berada pada angka 267 PTCO. "Kandungan besi berada pada angka 0,76 mg per liter dari angka yang ditolerir sebesar 0,30 mg per liter," jelasnya.
Dengan kondisi ini, Ulayat sudah merekomendasikan agar PDAM menghentikan pengambilan air dari Sungai Bengkulu dan mengalihkan seluruh sumber air minum dari Air Nelas yang berada di Kabupaten Seluma.(ant/yan)
sumber :Era Baru News Rabu, 10 Februari 2010