Featured Article

Minggu, 26 Juli 2009

Acuhkan Larangan ESDM,Warga Dukung Gubernur

Pantauan RB di sejumlah lokasi antara lain di sepanjang Sungai Bengkulu hingga kawasan wisata pantai Sungai Suci di Pondok Kelapa, puluhan warga masih beraktivitas mencari dan mengumpulkan limbah batubara. Begitu juga di bawah jembatan Kelurahan Semarang, mereka tetap terlihat menyelam di sungai untuk mengais limbah batubara.

Kondisi yang sama juga terjadi di muara pantai Sungai Bengkulu. Sejak pagi hingga petang puluhan orang terlihat berada di tengah sungai, mereka juga tetap mengambil limbah batubara yang mengendap di sungai.

Salah seorang pengumpul batubara, Dalan Taroba Sembiring, kepada RB menegaskan pihaknya tidak akan menghentikan kegiatan pengambilan batubara tersebut meskipun pihak ESDM sudah mengeluarkan surat penertiban. Mereka justru merasa bingung, karena Gubernur justru membolehkan.

“Kegiatan yang kami lakukan justru mengurangi limbah batubara yang terdapat di pantai. Jadi seharusnya tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menghentikan kegiatan ini,” kilahnya.

Dijelaskan Dalan, ia sudah tinggal Bengkulu sejak tahun 2001. Kemudian sejak tahun 2003 hingga sekarang ia bekerja sebagai nelayan. Diakuinya, saat itu masih banyak terdapat lobster, udang, dan ikan karang. Namun, sejak awal tahun 2009 lalu komoditas tersebut sangat sulit dicari, bahkan tidak ditemukan lagi.
Setelah diperiksa, ternyata banyak terumbu karang yang rusak akibat tertutup limbah batubara. Hal inilah yang diduga menjadi penyebab rusaknya habitat lobster, udang dan ikan karang tersebut.

Karena itulah, sejak mata pencaharian mereka sebagai nelayan tidak lagi mencukupi, mereka pun mulai mencari pekerjaan sampingan. Ada yang menjadi buruh, tukang, petani dan lainnya.

Kegiatan pengambilan batubara tersebut mulai menjadi profesi baru masyarakat di Sungai Suci sejak 3 bulan lalu. Kemudian sejak ada toke pengumpul yang datang dan menyatakan bersedia membeli batubara tersebut, mereka pun mulai mencari dan mengumpulkan batubara yang ada di pantai.

“Awalnya memang sudah banyak terdapat limbah batubara yang terdampar dan mengendap di pantai ini. Namun, karena saat itu belum ada yang mau membeli, jadi hanya sedikit orang saja yang mengambil. Setelah harga batubara mahal, akhirnya semakin banyak masyarakat yang turut serta menjadi pencari dan pengumpul limbah batubara,” papar Dalan.

Sekarang tercatat ada 17 pengumpul batubara yang ada di Sungai Suci. Masing-masing pengumpul tersebut mengkoordinir beberapa kelompok pencari batubara. Tercatat sekitar 300 orang jumlah seluruh pencari batubara tersebut.

Diakui Dalan, mereka melakukan kegiatan tersebut semata-mata untuk mencari sumber penghasilan baru. Karena profesi mereka yang mayoritas nelayan tidak lagi dapat menopang kebutuhan hidup.

Dengan adanya kegiatan tersebut, mereka merasa benar-benar terbantu karena seakan mendapat rejeki dari pencemaran limbah batubara. Namun, mereka justru sangat menyayangkan sikap ESDM yang berniat menghentikan kegiatan tersebut.

“Betapa mirisnya, masa ketika kami yang hanya rakyat jelata ini ingin mengisi perut karena lapar. Tapi malah pemerintah menyuruh kami kembali berpuasa dan mencari makan sendiri. Bukannya memberikan bantuan dan mencari solusi atas masalah ini, tapi malah semakin membuat rakyat menderita,” keluh Dalan.

Terkait dengan ancaman sanksi bila melanggar larangan ESDM, mereka mengaku tidak takut. Karena itu kegiatan tersebut tetap mereka lakukan. Kalau pun memang akan ditangkap, mereka mengaku rela dan siap.

“Jangankan dipenjara atau pun diberi sanksi lain, mati pun kami tidak takut. Resiko mengambil batubara di pantai jauh lebih berbahaya bisa kami lewati. Meski harus mempertaruhkan jiwa dan keselamatan, tapi demi menghidupi keluarga hal itu tak membuat kami takut. Apalagi kalau harus menerima sanksi itu, kami tidak akan takut,” tantang Dalan.

Hal tersebut mereka lakukan demi menjaga menjaga kondisi lingkungan dan mengurangi pencemaran akibat limbah batubara. Proses sedimentasi dan pengikisan bibir pantai yang menyebabkan abrasi pun dapat dicegah.

Sekadar diketahui, jumlah batubara yang sudah terambil dari kawasan pantai Sungai Suci dan Pondok Kelapa tersebut sudah mencapai ribuan ton. Per harinya, masyarakat bisa mendapatkan batubara sebanyak 10 – 20 karung ukuran 60 Kg.

Jika dikalikan dengan jumlah pencari yakni 300 orang, berarti potensi limbah batubara yang ada di Sungai Suci tersebut bisa mencapai 180 ton perhari.

Ditambahkan Dalan, potensi batubara yang melimpah tersebut, sumbernya berasal dari tumpahan batubara dari kapal pengangkut di Pulau Baai.Dari satu kapal pengangkut batubara tersebut, sekitar 5000 ton tumpah ke laut.

Tumpahan tersebut, terjadi akibat pada saat pemindahan batubara yang menggunakan alat berat ke kapal pengangkut. Selain itu, jika musim hujan dan terjadi banjir, limbah batubara yang terdampar ke pantai tersebut juga berasal dari sungai, akibat terbawa arus sungai.

“Karena itulah, jika tidak dilakukan tindakan maka jumlahnya akan semakin banyak. Kesadaran masyarakat mengurangi limbah batubara tersebut harusnya mendapat dukungan, bukan malah dihentikan. Kalau tidak ada lagi yang merawat lingkungan, dan pemerintah juga membiarkan pencemaran lingkungan berlanjut. Maka bagaimana kondisi lingkungan kita kedepan,” pungkasnya. (cw6)
Senin, 27 Juli 2009 05:38:32
http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=8&artid=3761

Popular Posts