Pengolahan air di PDAM saat ini memerlukan cukup banyak tawas yang berfungsi sebagai pengikat partikel lumpur. Nilai zat padat tersuspensi dan nilai kekeruhan yang tinggi ini disebabkan oleh aktivitas lain di hulu sungai. Air yang digunakan oleh PDAM juga terindikasi tercemar batubara. Air sumur di daerah peternakan ayam mengandung banyak E. coli yang sangat tinggi. Praktek pemotongan liar juga masih marak dilakukan oleh masyarakat, sehingga dapat menurunkan kualitas air. Kerusakan hutan juga dapat menurunkan mutu air sebagai akibat peningkatan zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi serta kekeruhan. Kerusakan hutan juga disinyalir sebagai salah satu sebab turunnya volume air di danau Dendam.
Pengaruh Industri
Meskipun industri di Bengkulu masih belum banyak tetapi perencanaan pembangunan industri selanjutnya harus memperhatikan aspek lingkungan. Selama ini, pembangunan industri kurang memperhatikan aspek lingkungan.
Aktivitas industri yang paling besar di Propinsi Bengkulu adalah penambangan batubara dan indutri pertanian (perkebunan). Penambangan batubara mempengaruhi mutu air di DAS Bengkulu-Lemau, DAS Seluma Atas dan DAS Dikit Seblat. Pengaruh industri batubara antara lain meningkatkan zat padat tersuspensi, zat padat terlarut, kekeruhan, zat besi, sulfat dan ion hidrogen dalam air yang dapat menurunkan pH. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara pengolahan limbah yang standard dan minimisasi kebakaran.
Perkebunan di Bengkulu terutama karet dan kelapa sawit. Akibat aktivitas ini terjadi peningkatan senyawa organik pada air, adanya sisa-sisa pestisida di DAS, peningkatan zat pada tersuspensi dan terlarut, peningkatan kadar amonia, peningkatan kadar minyak dan lemak, mempengaruhi pH dll. DAS yang terkena aktivitas ini adalah DAS Dikit Seblat, DAS Bengkulu-Lemau, badan sungai Pisang (Ipuh), sungai Betung (Muko-muko), sungai Simpang Tiga (Tais), sungai Bengkulu, dan sungai Sinaba (Ketahun).
Persampahan
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. sampah anorganik/kering
Contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alamai.
2. Sampah organik/basah
Contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
3. sampah berbahaya
Contoh: baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.
Secara umum persampahan di Bengkulu belum menjadi masalah yang sangat serius. Namun sampah cukup menjadi masalah di lokasi-lokasi tertentu seperti pasar, terminal, pertokoan dan tempat-tempat lain yang padat penduduknya. Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempat-tempat tertentu masih rendah, apalagi untuk mengolahnya. Di Propinsi Bengkulu setiap rumah tangga menghasilkan limbah kira-kira sebanyak 0,8 kg/hari atau 288 kg per tahun.
Masalah sampah di Bengkulu antara lain:
(1) tempat sampah kurang tersedia cukup di lokasi-lokasi padat aktivitas.
(2) Seringnya pencurian tempat-tempat sampah.
(3) TPS kurang tersedia cukup.
(4) Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA kurang intensif.
(5) Belum ada pengolahan sampah yang representatif.
(6) Kesadaran masyarakat rendah.
Di Bengkulu TPA masih jauh dari lokasi permukiman, sehingga belum menimbulkan masalah bagi penduduk. Tipe TPA di Bengkulu pada umumnya open damping setengah mengarah ke sanitary landfill. Ke depan, TPA sebaiknya diarahkan sepenuhnya ke sanitary landfill, sehingga masalah yang ditimbulkan sampah dapat diminimisasi. Akan lebih baik, jika sampah telah dipisahkan dan diolah langsung di sumber-sumber sampah. Open dumping tidak dianjurkan karena sampah berinteraksi langsung dengan udara luar dan hujan. Open dumping mempercepat proses perombakan sampah oleh mikrobia tanah yang menghasilkan lindi. Lindi yang terkena siraman air hujan, mudah mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah, sehingga mencemari air tanah. Lindi merupakan sumber utama pencemaran air baik air permukaan, air tanah yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimi dan mikrobia air. Perombakan sampah secara aerobik menghasilkan lindi yang mengandung zat padat halus (Ca2+, Mg2+, K+, Fe2+, CL-, SO42-, PO43-, Zn2+ dan gas H2S. Hal ini akan mencemari air sehingga kualitas air menurun.
Tumpukan sampah di TPA merupakan media perkembangan mikrobia patogen dan non-patogen. Adanya bakteri pada air minum merupakan indikator pencemaran air. Bakteri dalam tanah bergerak secara vertikal dan horizontal. Bakteri mampu meresap 30 meter pada tanah berstektur halus dan bergerak horizontal sejauh 830 meter dari sumber kontaminan.
Solusi permasalahan sampah antara lain sebagai berikut:
(1) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, keadaan lingkungan permukimana.
(2) Program pengelolaan sampah permukiman.
(3) Dimasukkan ke dalam kurikulum SD, SPM, SMA.
Upaya yang telah dilakukan di Bengkulu:
(1) Lomba semacam bangunpraja tingkat desa.
(2) Pilot project pengolahan sampah. Sayang tidak berlanjut.
(3) Program adipura.
(4) Lokakarya tentang pengelolaan sampah kepada kepala desa dan camat.
(5) Adanya Perda yang mengatur persampahan, tapi belum dijalankan secara efektif.
Pelestarian Lingkungan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar masyarakat berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan antara lain:
(1) tingkat pendidikan.
(2) Peningkatan penghasilan.
(3) Pengetahuan tentang kearifan lokal.
(4) Penerapan sistem pertanian konservasi (terasering, rorak – tanah yang digali dengan ukuran tertentu yang berfungsi menahan laju aliran permukaan–, tanaman penutup tanah, pergiliran tanaman, agroforestry, olah tanam konservasi – pengolahan yang tidak menimbulkan erosi.
Jadi, penangan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu, harus ditangani secara terintegrasi dengan mengidentifikasi seluruh masalah lingkungan hidup yang ada di Propinsi Bengkulu dan sekitarnya, dan kemudian memecahkannya secara holistik. Ini bisa menangani permasalahan yang ada maka berbagai pihak yang terkait seperti masyarakat, pemerintah, swasta dan pihak lain perlu dilibatkan.
Polusi terhadap Situs Budaya
Ketika anda mendengar kata polusi apa yang terbayang di benak anda? Saya yakin tentunya polusi udara, polusi air, polusi tanah dsb yang berkaitan dengan polusi fisik. Kata polusi memang sudah lazim dalam dunia ilmu lingkungan fisik. Akan tetapi sesungguhnya polusi atau pencemaran tidak hanya yang bersifat fisik tetapi juga yang berupa non-fisik. Kata polusi biasanya berupa hal-hal yang berdampak buruk terhadap lingkungan fisik. Jarang dibahas hal-hal yang berdampak buruk terhadap lingkungan non-fisik seperti lingkungan sosial dan lingkungan budaya. Sebenarnya, ketika suatu nilai-nilai luar yang masuk ke suatu lingkungan sosial yang kemudian membawa dampak buruk terhadap tatanan di suatu lingkungan sosial, maka hal itu dapat dinyatakan sebagai polusi. Ketika, seseorang mengubah suatu kawasan sejarah sehingga sejarah masa lampau itu tidak lagi tercermin dalam peninggalan yang ada maka hal itu dapat dinyatakan sebagai polusi. Bahkan, ketika seseorang mencuri sebuah patung di candi Borobudur itu juga merupakan polusi, yaitu polusi budaya. Oleh sebab itu, ketika suatu kawasan dinyatakan sebagai kawasan cagar budaya, maka segala upaya harus dilakukan untuk menjaga kelestarian cagar budaya itu.
Kota Bengkulu memiliki sejumlah bangunan sejarah seperti Benteng Marlborough, Tugu Thomas Parr, dan Bangunan Berarsitektur Cina. Bangunan ini terletak di Tapak Paderi, Kelurahan Malabero dan Pondok Besi. Bangunan bersejarah ini telah mengalami polusi arsitektur dan berbenturan ruang pembangunan Tugu Tabot, kafe dan restoran di sempadan bangunan Marlborough dan Tugu Thomas Parr. Benteng dengan landscapenya menghadap samudra Indonesia diubah menjadi jalan dua jalur dan di lengkapi dengan restoran dan kafe dengan arsitektur modern. Ini tentu saja telah mengubah ciri khas dari bangunan tersebut. Di pintu masuk wilayah benteng juga dibangun gerbang cina yang memiliki arsitektur yang berbeda dengan arsitek benteng. Ini juga dapat dipandang sebagai pencemar bangunan bersejarah. Selain itu, Pemerintah daerah juga telah membangun replika gerbang benteng di bagian barat sempadan bangunan benteng dan dicat warna pink yang berbeda dengan bangunan utama benteng yang berwarna hitam dan putih. Jelas ini akan menghilangkan keaslian benteng sebagai bangunan bersejarah. Rencana Pemerintah Daerah yang akan membangun Mess Pemda empai sampai tujuh tingkat di Tapak Paderi tentu saja akan menghialngkan view benteng ke arah laut yang dahulu kala berfungsi untuk mengamati musuh yang akan menyerang lewat laut.
Untuk wilayah sempadan Tugu Thomas Parr berdasarkan penelusuran sejarah sudah lama mengalami perubahan. Sempadan Tugu Thomas Parr telah dibangun Pasar Baru Koto I dan II yang memiliki arsitektur yang sangat berbeda dengan bangunan bersejarah di sekitarnya. Bangunan pasar ini juga menghalangi pemandangan Gedung Daerah/Rumah Gubernur Djenderal Inggris ke laut. Sekarang juga sedang dibangun terowongan yang sebenarnya tidak punya fungsi sejarah. Menurut penelitian arkeolog yang pernah didatangkan ke Bengkulu, lokasi terowongan ini dulunya hanya merupakan siring (drainase) saja. Mengapa kok terowongan dibangun juga? Alasan yang dikemukakan adalah agar para wisatawan nantinya setelah pulang ke daerahnya dapat berrerita obyek wisata yang khas yaitu adanya terowongan. Menurut hemat penulis ini hanya alasan yang dibuat-buat saja. Kita tahu bahwa salah satu fungsi siring atau drainase anatara lain adalah untuk mencegah wilayah tersebut tergenang air dan banjir serta sebagai saluran pembuangan limbah atau sampah. Siapa tahu dulunya memang berfungsi seperti itu, dan siapa tahu kita itu direstorasi akan lebih mencirikan suasana jaman dulu ketika Bengkulu diduduki oleh Inggris. Suasana asli tempo dulu menurut hemat penulis justru akan menstimulasi wisatawan datang ke Bengkulu.
Untuk wilayah kampung cina yang merupakan wilayah yang khas juga telah mengalami perubahan-perubahan. Bangunan-bangunan bercirikan budaya cina sudah jauh berkurang diganti dengan bangunan yang gaya kini. Perubahan ini jelas sudah mencemari kondisi asli wilayah tersebut. Jika wilayah ini akan dijadikan obyek wisata untuk mendukung kawasan bersejarah di sekitarnya maka perlu restorasi yang tepat.
Polusi budaya di wilayah tersebut masih dapat diperbaiki, dengan merestorasi wilayah tersebut seperti aslinya. Dengan restorasi ini dapat diharapkan wilayah ini akan menjadi obyek wisata sejarah Kota Bengkulu yang akan menarik wisatawan domestik. Bangunan lain yang diharapkan akan menjadi obyek wisata dapat dibangun di tempat lain. Tugu tabot dengan segala perlengkapannya dapat di bangun di lokasi yang masih luas sebagai kawasan tabot. Gerbang Cina yang sudah terlanjur dibangun dapat dipindahkan ke tempat yang sesuai dengan fungsinya. Disarankan mess pemda yang akan dibangun di tapak paderi dialihkan ke tempat lain. Demikian pula bangunan-bangunan lain yang merupakan sarana pendukung wisata pantai dapat dibangun di tempat lain. View Tower yang sedianya dibangun di tapak paderi sebaiknya dipindahkan ke lokasi yang mempunyai ketinggian tempat yang memadai, sehingga wisatawan akan dapat memandang keindahan Kota Bengkulu lebih luas lagi. Untuk membangun itu semua tentu saja memerlukan perencanaan yang matang, tidak asal-asalan. Mari kita jaga dan lestarikan kawasan bersejarah ini. Masih banyak lagi kawasan bersejarah lain di Kota Bengkulu yang terancam digusur dan yang kurang terawat. Masjid jamik, rumah Fatmawati, Makam Sentot Ali Basa dll. memerlukan uluran tangan kita untuk merawatnya.
Konsep Pengendalian Lingkungan Hidup
Agar pengendalian lingkungan tepat mengenai sasaran dan menghasilkan daya guna yang optimal, maka setiap pihak baik pemerintah maupun swasta serta masyarakat luas harus dilibatkan secara proporsional. Langkah awal untuk mengendalikan atau memperbaiki lingkungan di Propinsi Bengkulu perlu dilakukan pengembangan data base lingkungan yang akurat dan didasarkan kepada riset yang mendalam. Langkah ini perlu dilakukan karena dari data-data primer yang diperoleh dan dari data-data sekunder yang dapat dipercaya akan dihasilkan atau diolah menjadi informasi yang akurat pula. Informasi yang akurat inilah yang dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengambil keputusan dan kebijakan.
Upaya pengendalian lingkungan juga tidak terlepas dari isu kelembagaan. Di Propinsi Bengkulu institusi pemerintah yang mengelola lingkungan hidup di kabupaten/kota telah membentuk Badan Lingkungan Hidup, sedangkan beberapa kabupaten lainnya masih dalam proses. Perubahan yang terjadi dari sisi kelembagaan ini menunjukkan mulai adanya perhatian Pemerintah Daerah terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup bagi daerah. Pada tahun-tahun sebelumnya masih ada anggapan dari oknum pemerintah bahwa lingkungan hidup hanya membuang anggaran saja.
Hal lain yang penting agar pengendalian lingkungan dapat berhasilguna adalah meningkatkan kesadaran masyarakat baik masyarakat pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat biasa pada umumnya tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut berperan amat penting dalam rangka keberhasilan program kelestarian lingkungan. Salah satu saja yang tidak berperan aktif, maka upaya pengendalian lingkungan akan tidak efektif. Berkaitan dengan kedua hal di atas (kelembagaan dan kesadaran masyarakat), maka mutu sumber daya manusia (termasuk kesejahteraannya) dan fasilitas pendukungnya perlu ditingkatkan.
Salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah nilai-nilai konservasi dan pembangunan yang hidup di msyarakat local yang sering disebut kearifan local. Penggalian kembali kearifan local yang dikemas sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat amat penting dalam mensukseskan program pengendalian lingkungan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kesadaran masyarakat harus diimbangi oleh penegakkan hukum oleh para petugas. Sebelum penegakkan hokum dilaksanakan maka perlu dilakukan evaluasi dan interpretasi mengenai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah pengendalian lingkungan baik itu produk nasional maupun produk local. Hasil interpretasi tersebut kemudian disosialisasikan baik kepada pelaksana penegak hokum maupun kepada masyarakat luas. Setelah batas waktu dimana diperkirakan semua komponen masyarakat telah memahami sesuai dengan yang dikehendaki, maka penegakkan hukum perlu segera dilaksanakan. Mungkin reward and punishment system perlu diterapkan agar bagi mereka yang mematuhi merasakan langsung manfaatnya, dan sebaliknya bagi yang melanggar mereka langsung merasakan sangsinya. Jika penegakkan hokum ini diberlakukan secara konsekuwen dan tidak pandang bulu, maka diharapkan pengendalian lingkungan dapat berhasilguna.
Adalah gagasan yang menarik untuk memasukkan matapelajaran tentang lingkungan dari mulai TK, SD, SMP, SMA dan bahkan perguruan tinggi sebagai mata pelajaran wajib. Memang untuk melaksanakan gagasan ini pertama-tama perlu dipikirkan sumber daya manusia terutama guru-gurunya. Untuk memasukkan mata pelajaran ini ke dalam kurikulum nasional ternyata tidaklah mudah. Untuk itu pada tahap awal mungkin matapelajaran tersebut dikemas sebagai mata pelajaran muatan local yang berorientasikan kepada contoh nyata di lapangan. Artinya bahwa mata pelajaran tersebut dalam pembelajarannya para siswa dibawa langsung ke lingkungan tertentu dan disana mereka mendapat penjelasan langsung dari para guru yang telah terdidik di bidang lingkungan ini.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah pengurangan beban limbah melalui penerapan zero waste discharge, atau teknologi yang menimimalkan limbah atau bahkan meniadakan limbah dari setiap proses industri dan rumah tangga. Penerapan 4 R pada berbagai aktivitas penduduk perlu diterapkan secara bertanggungjawab, dnegan demikian limbah yang dihasilkan akan berkurang. Hal ini tentu saja selain harus membangun fasilitas sarana dan prasarana pengolahan limbah bagi setiap industri, dan fasilitas pengolahan di TPA juga mengharuskan kesadaran masyarakat yang tinggi.
Lingkungan yang sudah mengalami kerusakan, secara bertahap perlu diperbaiki sehingga mencapai kualitas lingkungan yang standard. Seperti misalnya hutan yang telah rusak perlu dilakukan reboisasi berbasis masyarakat dimana masyarakat dilibatkan dari fase pembibitan sampai dengan pemeliharaan hutan. Untuk menjaga agar tidak terjadi pelanggaran, pengawasan secara intensif dengan penerapan sangsi yang tegas perlu dilakukan. Adalah sangat menarik jika dalam rangka pemulihan suatu kawasan diterapkan reward and punishment system, dimana masyarakat yang berperan aktif dalam konservasi suatu kawasan mendapat reward terutama dalam bentuk materi secara rutin selama mereka masih aktif, sebaliknya bagi mereka yang melanggar diberi sangsi yang cukup berat dimana sangsi tersebut akan mampu membuat pelaku jera malakukan pelanggaran.
http://uripsantoso.wordpress.com/2009/02/25/pengelolaan-lingkungan-hidup-di-propinsi-bengkulu-dan-konsep-pengendaliannya/
Pengaruh Industri
Meskipun industri di Bengkulu masih belum banyak tetapi perencanaan pembangunan industri selanjutnya harus memperhatikan aspek lingkungan. Selama ini, pembangunan industri kurang memperhatikan aspek lingkungan.
Aktivitas industri yang paling besar di Propinsi Bengkulu adalah penambangan batubara dan indutri pertanian (perkebunan). Penambangan batubara mempengaruhi mutu air di DAS Bengkulu-Lemau, DAS Seluma Atas dan DAS Dikit Seblat. Pengaruh industri batubara antara lain meningkatkan zat padat tersuspensi, zat padat terlarut, kekeruhan, zat besi, sulfat dan ion hidrogen dalam air yang dapat menurunkan pH. Masalah ini dapat dikurangi dengan cara pengolahan limbah yang standard dan minimisasi kebakaran.
Perkebunan di Bengkulu terutama karet dan kelapa sawit. Akibat aktivitas ini terjadi peningkatan senyawa organik pada air, adanya sisa-sisa pestisida di DAS, peningkatan zat pada tersuspensi dan terlarut, peningkatan kadar amonia, peningkatan kadar minyak dan lemak, mempengaruhi pH dll. DAS yang terkena aktivitas ini adalah DAS Dikit Seblat, DAS Bengkulu-Lemau, badan sungai Pisang (Ipuh), sungai Betung (Muko-muko), sungai Simpang Tiga (Tais), sungai Bengkulu, dan sungai Sinaba (Ketahun).
Persampahan
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil aktivitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis. Secara garis besar, sampah dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
1. sampah anorganik/kering
Contoh: logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dll yang tidak dapat mengalami pembusukan secara alamai.
2. Sampah organik/basah
Contoh: sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, rempah-rempah atau sisa buah dll yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
3. sampah berbahaya
Contoh: baterai, botol racun nyamuk, jarum suntik bekas dll.
Secara umum persampahan di Bengkulu belum menjadi masalah yang sangat serius. Namun sampah cukup menjadi masalah di lokasi-lokasi tertentu seperti pasar, terminal, pertokoan dan tempat-tempat lain yang padat penduduknya. Kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempat-tempat tertentu masih rendah, apalagi untuk mengolahnya. Di Propinsi Bengkulu setiap rumah tangga menghasilkan limbah kira-kira sebanyak 0,8 kg/hari atau 288 kg per tahun.
Masalah sampah di Bengkulu antara lain:
(1) tempat sampah kurang tersedia cukup di lokasi-lokasi padat aktivitas.
(2) Seringnya pencurian tempat-tempat sampah.
(3) TPS kurang tersedia cukup.
(4) Pengangkutan sampah dari TPS ke TPA kurang intensif.
(5) Belum ada pengolahan sampah yang representatif.
(6) Kesadaran masyarakat rendah.
Di Bengkulu TPA masih jauh dari lokasi permukiman, sehingga belum menimbulkan masalah bagi penduduk. Tipe TPA di Bengkulu pada umumnya open damping setengah mengarah ke sanitary landfill. Ke depan, TPA sebaiknya diarahkan sepenuhnya ke sanitary landfill, sehingga masalah yang ditimbulkan sampah dapat diminimisasi. Akan lebih baik, jika sampah telah dipisahkan dan diolah langsung di sumber-sumber sampah. Open dumping tidak dianjurkan karena sampah berinteraksi langsung dengan udara luar dan hujan. Open dumping mempercepat proses perombakan sampah oleh mikrobia tanah yang menghasilkan lindi. Lindi yang terkena siraman air hujan, mudah mengalir dan meresap ke lapisan tanah bawah, sehingga mencemari air tanah. Lindi merupakan sumber utama pencemaran air baik air permukaan, air tanah yang berpengaruh terhadap sifat fisik, kimi dan mikrobia air. Perombakan sampah secara aerobik menghasilkan lindi yang mengandung zat padat halus (Ca2+, Mg2+, K+, Fe2+, CL-, SO42-, PO43-, Zn2+ dan gas H2S. Hal ini akan mencemari air sehingga kualitas air menurun.
Tumpukan sampah di TPA merupakan media perkembangan mikrobia patogen dan non-patogen. Adanya bakteri pada air minum merupakan indikator pencemaran air. Bakteri dalam tanah bergerak secara vertikal dan horizontal. Bakteri mampu meresap 30 meter pada tanah berstektur halus dan bergerak horizontal sejauh 830 meter dari sumber kontaminan.
Solusi permasalahan sampah antara lain sebagai berikut:
(1) meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah pemukiman. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan adalah umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, keadaan lingkungan permukimana.
(2) Program pengelolaan sampah permukiman.
(3) Dimasukkan ke dalam kurikulum SD, SPM, SMA.
Upaya yang telah dilakukan di Bengkulu:
(1) Lomba semacam bangunpraja tingkat desa.
(2) Pilot project pengolahan sampah. Sayang tidak berlanjut.
(3) Program adipura.
(4) Lokakarya tentang pengelolaan sampah kepada kepala desa dan camat.
(5) Adanya Perda yang mengatur persampahan, tapi belum dijalankan secara efektif.
Pelestarian Lingkungan
Faktor-faktor yang perlu diperhatikan agar masyarakat berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan antara lain:
(1) tingkat pendidikan.
(2) Peningkatan penghasilan.
(3) Pengetahuan tentang kearifan lokal.
(4) Penerapan sistem pertanian konservasi (terasering, rorak – tanah yang digali dengan ukuran tertentu yang berfungsi menahan laju aliran permukaan–, tanaman penutup tanah, pergiliran tanaman, agroforestry, olah tanam konservasi – pengolahan yang tidak menimbulkan erosi.
Jadi, penangan lingkungan hidup di Propinsi Bengkulu, harus ditangani secara terintegrasi dengan mengidentifikasi seluruh masalah lingkungan hidup yang ada di Propinsi Bengkulu dan sekitarnya, dan kemudian memecahkannya secara holistik. Ini bisa menangani permasalahan yang ada maka berbagai pihak yang terkait seperti masyarakat, pemerintah, swasta dan pihak lain perlu dilibatkan.
Polusi terhadap Situs Budaya
Ketika anda mendengar kata polusi apa yang terbayang di benak anda? Saya yakin tentunya polusi udara, polusi air, polusi tanah dsb yang berkaitan dengan polusi fisik. Kata polusi memang sudah lazim dalam dunia ilmu lingkungan fisik. Akan tetapi sesungguhnya polusi atau pencemaran tidak hanya yang bersifat fisik tetapi juga yang berupa non-fisik. Kata polusi biasanya berupa hal-hal yang berdampak buruk terhadap lingkungan fisik. Jarang dibahas hal-hal yang berdampak buruk terhadap lingkungan non-fisik seperti lingkungan sosial dan lingkungan budaya. Sebenarnya, ketika suatu nilai-nilai luar yang masuk ke suatu lingkungan sosial yang kemudian membawa dampak buruk terhadap tatanan di suatu lingkungan sosial, maka hal itu dapat dinyatakan sebagai polusi. Ketika, seseorang mengubah suatu kawasan sejarah sehingga sejarah masa lampau itu tidak lagi tercermin dalam peninggalan yang ada maka hal itu dapat dinyatakan sebagai polusi. Bahkan, ketika seseorang mencuri sebuah patung di candi Borobudur itu juga merupakan polusi, yaitu polusi budaya. Oleh sebab itu, ketika suatu kawasan dinyatakan sebagai kawasan cagar budaya, maka segala upaya harus dilakukan untuk menjaga kelestarian cagar budaya itu.
Kota Bengkulu memiliki sejumlah bangunan sejarah seperti Benteng Marlborough, Tugu Thomas Parr, dan Bangunan Berarsitektur Cina. Bangunan ini terletak di Tapak Paderi, Kelurahan Malabero dan Pondok Besi. Bangunan bersejarah ini telah mengalami polusi arsitektur dan berbenturan ruang pembangunan Tugu Tabot, kafe dan restoran di sempadan bangunan Marlborough dan Tugu Thomas Parr. Benteng dengan landscapenya menghadap samudra Indonesia diubah menjadi jalan dua jalur dan di lengkapi dengan restoran dan kafe dengan arsitektur modern. Ini tentu saja telah mengubah ciri khas dari bangunan tersebut. Di pintu masuk wilayah benteng juga dibangun gerbang cina yang memiliki arsitektur yang berbeda dengan arsitek benteng. Ini juga dapat dipandang sebagai pencemar bangunan bersejarah. Selain itu, Pemerintah daerah juga telah membangun replika gerbang benteng di bagian barat sempadan bangunan benteng dan dicat warna pink yang berbeda dengan bangunan utama benteng yang berwarna hitam dan putih. Jelas ini akan menghilangkan keaslian benteng sebagai bangunan bersejarah. Rencana Pemerintah Daerah yang akan membangun Mess Pemda empai sampai tujuh tingkat di Tapak Paderi tentu saja akan menghialngkan view benteng ke arah laut yang dahulu kala berfungsi untuk mengamati musuh yang akan menyerang lewat laut.
Untuk wilayah sempadan Tugu Thomas Parr berdasarkan penelusuran sejarah sudah lama mengalami perubahan. Sempadan Tugu Thomas Parr telah dibangun Pasar Baru Koto I dan II yang memiliki arsitektur yang sangat berbeda dengan bangunan bersejarah di sekitarnya. Bangunan pasar ini juga menghalangi pemandangan Gedung Daerah/Rumah Gubernur Djenderal Inggris ke laut. Sekarang juga sedang dibangun terowongan yang sebenarnya tidak punya fungsi sejarah. Menurut penelitian arkeolog yang pernah didatangkan ke Bengkulu, lokasi terowongan ini dulunya hanya merupakan siring (drainase) saja. Mengapa kok terowongan dibangun juga? Alasan yang dikemukakan adalah agar para wisatawan nantinya setelah pulang ke daerahnya dapat berrerita obyek wisata yang khas yaitu adanya terowongan. Menurut hemat penulis ini hanya alasan yang dibuat-buat saja. Kita tahu bahwa salah satu fungsi siring atau drainase anatara lain adalah untuk mencegah wilayah tersebut tergenang air dan banjir serta sebagai saluran pembuangan limbah atau sampah. Siapa tahu dulunya memang berfungsi seperti itu, dan siapa tahu kita itu direstorasi akan lebih mencirikan suasana jaman dulu ketika Bengkulu diduduki oleh Inggris. Suasana asli tempo dulu menurut hemat penulis justru akan menstimulasi wisatawan datang ke Bengkulu.
Untuk wilayah kampung cina yang merupakan wilayah yang khas juga telah mengalami perubahan-perubahan. Bangunan-bangunan bercirikan budaya cina sudah jauh berkurang diganti dengan bangunan yang gaya kini. Perubahan ini jelas sudah mencemari kondisi asli wilayah tersebut. Jika wilayah ini akan dijadikan obyek wisata untuk mendukung kawasan bersejarah di sekitarnya maka perlu restorasi yang tepat.
Polusi budaya di wilayah tersebut masih dapat diperbaiki, dengan merestorasi wilayah tersebut seperti aslinya. Dengan restorasi ini dapat diharapkan wilayah ini akan menjadi obyek wisata sejarah Kota Bengkulu yang akan menarik wisatawan domestik. Bangunan lain yang diharapkan akan menjadi obyek wisata dapat dibangun di tempat lain. Tugu tabot dengan segala perlengkapannya dapat di bangun di lokasi yang masih luas sebagai kawasan tabot. Gerbang Cina yang sudah terlanjur dibangun dapat dipindahkan ke tempat yang sesuai dengan fungsinya. Disarankan mess pemda yang akan dibangun di tapak paderi dialihkan ke tempat lain. Demikian pula bangunan-bangunan lain yang merupakan sarana pendukung wisata pantai dapat dibangun di tempat lain. View Tower yang sedianya dibangun di tapak paderi sebaiknya dipindahkan ke lokasi yang mempunyai ketinggian tempat yang memadai, sehingga wisatawan akan dapat memandang keindahan Kota Bengkulu lebih luas lagi. Untuk membangun itu semua tentu saja memerlukan perencanaan yang matang, tidak asal-asalan. Mari kita jaga dan lestarikan kawasan bersejarah ini. Masih banyak lagi kawasan bersejarah lain di Kota Bengkulu yang terancam digusur dan yang kurang terawat. Masjid jamik, rumah Fatmawati, Makam Sentot Ali Basa dll. memerlukan uluran tangan kita untuk merawatnya.
Konsep Pengendalian Lingkungan Hidup
Agar pengendalian lingkungan tepat mengenai sasaran dan menghasilkan daya guna yang optimal, maka setiap pihak baik pemerintah maupun swasta serta masyarakat luas harus dilibatkan secara proporsional. Langkah awal untuk mengendalikan atau memperbaiki lingkungan di Propinsi Bengkulu perlu dilakukan pengembangan data base lingkungan yang akurat dan didasarkan kepada riset yang mendalam. Langkah ini perlu dilakukan karena dari data-data primer yang diperoleh dan dari data-data sekunder yang dapat dipercaya akan dihasilkan atau diolah menjadi informasi yang akurat pula. Informasi yang akurat inilah yang dapat dijadikan landasan yang kuat untuk mengambil keputusan dan kebijakan.
Upaya pengendalian lingkungan juga tidak terlepas dari isu kelembagaan. Di Propinsi Bengkulu institusi pemerintah yang mengelola lingkungan hidup di kabupaten/kota telah membentuk Badan Lingkungan Hidup, sedangkan beberapa kabupaten lainnya masih dalam proses. Perubahan yang terjadi dari sisi kelembagaan ini menunjukkan mulai adanya perhatian Pemerintah Daerah terhadap pentingnya pengelolaan lingkungan hidup bagi daerah. Pada tahun-tahun sebelumnya masih ada anggapan dari oknum pemerintah bahwa lingkungan hidup hanya membuang anggaran saja.
Hal lain yang penting agar pengendalian lingkungan dapat berhasilguna adalah meningkatkan kesadaran masyarakat baik masyarakat pemerintah, dunia usaha, lembaga swadaya masyarakat maupun masyarakat biasa pada umumnya tentang pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Kelompok-kelompok masyarakat tersebut berperan amat penting dalam rangka keberhasilan program kelestarian lingkungan. Salah satu saja yang tidak berperan aktif, maka upaya pengendalian lingkungan akan tidak efektif. Berkaitan dengan kedua hal di atas (kelembagaan dan kesadaran masyarakat), maka mutu sumber daya manusia (termasuk kesejahteraannya) dan fasilitas pendukungnya perlu ditingkatkan.
Salah satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah nilai-nilai konservasi dan pembangunan yang hidup di msyarakat local yang sering disebut kearifan local. Penggalian kembali kearifan local yang dikemas sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat amat penting dalam mensukseskan program pengendalian lingkungan.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah peningkatan kesadaran masyarakat harus diimbangi oleh penegakkan hukum oleh para petugas. Sebelum penegakkan hokum dilaksanakan maka perlu dilakukan evaluasi dan interpretasi mengenai peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah pengendalian lingkungan baik itu produk nasional maupun produk local. Hasil interpretasi tersebut kemudian disosialisasikan baik kepada pelaksana penegak hokum maupun kepada masyarakat luas. Setelah batas waktu dimana diperkirakan semua komponen masyarakat telah memahami sesuai dengan yang dikehendaki, maka penegakkan hukum perlu segera dilaksanakan. Mungkin reward and punishment system perlu diterapkan agar bagi mereka yang mematuhi merasakan langsung manfaatnya, dan sebaliknya bagi yang melanggar mereka langsung merasakan sangsinya. Jika penegakkan hokum ini diberlakukan secara konsekuwen dan tidak pandang bulu, maka diharapkan pengendalian lingkungan dapat berhasilguna.
Adalah gagasan yang menarik untuk memasukkan matapelajaran tentang lingkungan dari mulai TK, SD, SMP, SMA dan bahkan perguruan tinggi sebagai mata pelajaran wajib. Memang untuk melaksanakan gagasan ini pertama-tama perlu dipikirkan sumber daya manusia terutama guru-gurunya. Untuk memasukkan mata pelajaran ini ke dalam kurikulum nasional ternyata tidaklah mudah. Untuk itu pada tahap awal mungkin matapelajaran tersebut dikemas sebagai mata pelajaran muatan local yang berorientasikan kepada contoh nyata di lapangan. Artinya bahwa mata pelajaran tersebut dalam pembelajarannya para siswa dibawa langsung ke lingkungan tertentu dan disana mereka mendapat penjelasan langsung dari para guru yang telah terdidik di bidang lingkungan ini.
Hal lain yang dapat dilakukan adalah pengurangan beban limbah melalui penerapan zero waste discharge, atau teknologi yang menimimalkan limbah atau bahkan meniadakan limbah dari setiap proses industri dan rumah tangga. Penerapan 4 R pada berbagai aktivitas penduduk perlu diterapkan secara bertanggungjawab, dnegan demikian limbah yang dihasilkan akan berkurang. Hal ini tentu saja selain harus membangun fasilitas sarana dan prasarana pengolahan limbah bagi setiap industri, dan fasilitas pengolahan di TPA juga mengharuskan kesadaran masyarakat yang tinggi.
Lingkungan yang sudah mengalami kerusakan, secara bertahap perlu diperbaiki sehingga mencapai kualitas lingkungan yang standard. Seperti misalnya hutan yang telah rusak perlu dilakukan reboisasi berbasis masyarakat dimana masyarakat dilibatkan dari fase pembibitan sampai dengan pemeliharaan hutan. Untuk menjaga agar tidak terjadi pelanggaran, pengawasan secara intensif dengan penerapan sangsi yang tegas perlu dilakukan. Adalah sangat menarik jika dalam rangka pemulihan suatu kawasan diterapkan reward and punishment system, dimana masyarakat yang berperan aktif dalam konservasi suatu kawasan mendapat reward terutama dalam bentuk materi secara rutin selama mereka masih aktif, sebaliknya bagi mereka yang melanggar diberi sangsi yang cukup berat dimana sangsi tersebut akan mampu membuat pelaku jera malakukan pelanggaran.
http://uripsantoso.wordpress.com/2009/02/25/pengelolaan-lingkungan-hidup-di-propinsi-bengkulu-dan-konsep-pengendaliannya/