Featured Article

Rabu, 20 Mei 2009

PT BBE Tempati Lahan Eks DMH

ni diketahui setelah peninjauan lapangan yang melibatkan Plt Asisten I, Drs. Azman Kawil, MM selaku ketua tim, Kabag Pemerintahan, Drs. Mulyanto, Kabag Ekonomi dan Pembangunan, Edi Sucipto, SE, perwakilan dari Dinas Pertambangan, Dinas Kehutanan, Bappeda dan Camat Taba Penanjung, Jumat kemarin.

Saat dikonfirmasi koran ini usai melakukan peninjauan, Camat Taba Penanjung, H. Amirul, SH, MM, mengungkapkan lokasi yang akan digunakan PT BBE merupakan milik Pemerintahan Kabupaten Bengkulu Tengah (Benteng). Karena PT DMH yang sebelumnya beroperasi di kawasan itu sejak tahun 2006, telah habis ijin operasi. Sedangkan perpanjangan ijin untuk PT DMH tidak ada. Sehingga lahan tersebut bukan lahan PT DMH lagi.
‘’Dalam peninjauan lapangan, tidak terlihat lagi kegiatan yang tersisa di lahan tersebut. Yang ada hanya alat berat serta beberapa alat transportasi. Sedangkan waktu dua tahun (2006-2008), bukanlah masa perpanjangan. Tetapi tenggang waktu tersebut merupakan waktu yang diberikan ke PT DMH untuk mengeluarkan alat berat yang ada dilokasi. Namun sampai saat ini masih ada alat yang tersisa di lahan, ungkap Amirul.

Dijelaskan, PT BBE yang ingin melakukan penambangan di lokasi tersebut, tak ada masalah. Sebab lahan penambangan batu bara itu telah kosong dan telah kembali ke Kabupaten Benteng. Selain itu, kata Amirul, keinginan PT BBE juga telah mendapat rekomendasi dari perangkat Desa Bajak I yang telah direkomendasikan ke Kecamatan Taba Penanjung.

‘’Jadi tak ada alasan melarang PT BBE. Dan saya selaku Camat telah merekomendasi untuk pemberian ijin ekplorasi lahan galian batu bara ke kabupaten, dan tinggal dari Kabupaten Benteng yang akan merekomendasikannya ke Gubernur Bengkulu untuk pemberian ijin operasi,’’ terang Amirul.

Saat ini ijin operasi memang harus dikeluarkan Gubernur Bengkulu. Hal tersebut berkaitan dengan ada undang-undang baru nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral, dan batu bara. IUP Operasi produksi tersebut tercantum dalam pasal 48 pada poin b.

‘’IUP Produksi bisa diberikan Gubernur bila lokasi penambangan, lokasi pengelolahan, dan pemurnian serta pelabuhan berada di dalam wilayah kabupaten/kota yang berbeda setelah mendapat rekomendasi dari Bupati/Walikota setempat sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, papar Amirul.(set)
http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=16&artid=805

Benteng, Kembali Dilirik Pengusaha

Bertempat di sekretariat PT. Bengkulu Bio Energi (BBE) kemarin melaksanakan ekspos pendirian perusahaan pertambangan. Lokasi pertambangan tersebut berada di Desa Bajak I, Kecamatan Taba Penanjung, tepatnya tak jauh dari lokasi PT. Danau Mas Hitam (DMH).

Dalam ekspos tersebut, hadir Plt.Asisten I, Drs. Azman Kawil, MM, Kabag Pemerintahan, Drs. Mulyanto, Kabag Ekonomi, Edi Sucipto, Camat Taba Penanjung, H. Amirul, SH, MM. Ekspos berlangsung di ruangan Asisten I dan II sekitar pukul 11.00 WIB kemarin.
Seusai pertemuan, Camat Taba Penanjung, H. Amirul, SH, MM mengungkapkan untuk sementara mengenai izin operasi untuk PT. BBE belum dikeluarkan dan masih dalam tahap penjajakan. Dikatakannya, lokasi tempat akan beroperasinya PT. BBE tersebut berada di dekat PT. DMH, namun dalam waktu dekat pihak PT dan tim yang dibentuk Pemkab Benteng akan melakukan penunjauan langsung ke lapangan.

“Dalam ekspos tadi, asisten I mewakili Pemkab Benteng menyambut baik rencana PT. BBE tersebut. Hanya saja diharapkan kedepan dengan adanya pertambangan tersebut tidak menimbulkan sengketa baik antara PT. BBE dengan perusahaan lain, masyarakat ataupun yang lainnya.

Sedangkan untuk lokasi PT. DMH yang sekarang, sudah diketahui tidak beroperasi lagi, kita juga akan tetap melakukan pengawasan. Jika nantinya PT. BBE telah memiliki izin dan 6 bulan tanpa kegiatan, tanpa segan-segan kita akan mengusulkan pencabutan izin,” tegas Amirul.

Dikatakan Amirul, peninjauan langsung ke lapangan akan dilaksanakan 20 Februari mendatang oleh tim yang dibentuk. Tim tersebut diketuai Plt Asisten I, Drs. Azman Kawil, MM serta beranggotakan dinas terkait serta pihak kecamatan. Dalam ekspos kemarin hadir Direktur Operasional PT. BBE Mulyono Muzairi, Direktur Perencanaan, Gunziriadi dan konsultan PT. BBE. (set)
http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=16&artid=671

KP PT BS dan PT DMH Masuk Hutan Produksi

Hal tersebut dibenarkan Asisten II Pemprov, Ir. Fauzan Rahim kepada koran ini kemarin. “Ya, benar. Baru saja kami terima suratnya. Kawasan yang digunakan dua perusahaan yang sekarang masih disegel Polda tersebut adalah kawasan hutan lindung. Tadi juga langsung dilepas bersama Dinas Kehutanan dan Dinas ESDM,” kata Fauzan, membenarkan.

Surat dengan No. S.60/Menhut-II/2009 tanggal 3 Februari 2009 ini, rencananya bakal dikaji lagi bersama Dinas Kehutanan, Staf Ahli Bidang Perekonomian, Staf Ahli Bidang Hukum dan Politik, Biro Ekonomi, Dinas ESDM dan Biro Hukum. Fauzan mengatakan, hasil pembahasan ini nantinya akan diteruskan ke gubernur.

“Kami telaah dulu bersama dinas-dinas terkait. Hasil telaahnya nanti diteruskan ke gubernur. Pokoknya kami siapkan secepatnya. Kita juga ingin masalah ini cepat selesai. Sebab kalau tidak, bukan hanya berpengaruh pada kondisi perusahaan saja, tapi juga pada kondisi ekonomi daerah,” kata Fauzan.
Diungkapkan, disegelnya PT BS dan PT DMH sangat berpengaruh pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi. Belum lagi perusahaan lain yang memiliki kerja sama dengan2 perusahaan tersebut. Dua perusahaan tersebut ditutup sejak 16 Agustus 2008 lalu. “Kasihan juga karyawannya terpaksa ‘menganggur’ selama penyegelan belum dilepas,” ujar Fauzan, menyayangkan.

Dalam surat yang ditujukan pada Gubernur Bengkulu tersebut dijelaskan, kawasan hutan yang telah diberikan persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan hutan kepada PT BS, seluas 700 hektar, sebelumnya berfungsi sebagai hutan lindung.

Hal tersebut berdasarkan Kepmenhut dan Perkebunan No.420/Kpts-II/199 tanggal 15 Juni 1999. Namun status hutan tersebut memang sudah berubah fungsi menjadi hutan produksi seperti yang tertera pada Kepmenhubun No.734/Kpts-II/1999 tanggal 22 September 1999.

Difungsikannya kawasan tersebut sebagai kawsan hutan produksi juga didukung oleh Nota Dinas Kepala Badan Planotologi Kehutanan dan Perkebunan, kepada Menhutbun No.143/C/VIII-4/1999 tanggal 9 April 1999. Pada surat keputusan tersebut dinyatakan berdasarkan hasil kajian Tim Terpadu kawasan hutan tersebut memenuhi kriteria sebagai kawasan hutan produksi tetap.

Sementara untuk PT DMS, kawasan yang digunakan untuk pertambangan seluas 373 hektar di kawasan Hutan Lindung Rindu Hati-Sungai Manggus Kecil juga sudah berubah fungsi. Sebelumnya kawasan tersebut memang hutan lindung. Menkehutbun lantas mengeluarkan Kepmen No.243/Kpts-II/1999 tanggal 27 April 1999, yang menyatakan kalau kawasan tersebut berubah fungsi jadi kawasan hutan produksi.

Kepmen ini juga diperkuat dengan adanya Nota Dinas Kabadan Planologi kehutanan dan Perkebunan, No.372/C/VIII-4/1999 tanggal 8 Desember. Dalam nota dinas disebutkan kalau kawasan yang digunakan sebagai lahan pertambangan oleh PT DMH tidak punya nilai signifikan sebagai kawasan hutan lindung. Inilah sebabnya mengapa dapat berubah fungsi.

Ditegaskan pula dalam Kepmen No.243/Kpts-II/1999 tanggal 27 April 1999 tersebut, persetujuan prinsip pinjam pakai kawasan yang telah diberikan pada PT DMH tetap, berada pada kawasan hutan lindung.

Lantas, terakit dengan persetujuan izin pinjam pakai kawasan hutan atas nama PT BS dan PT DMH, Menteri Kehutanan melalui suratnya menyampaikan beberapa hal. Diantaranya, PT BS dinyatakan telah memperoleh persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan tanpa kompensasi. Penggunaannya untuk kegaiatan pertambangn batubara seluas 700 hektar di Kelompok Hutan Rindu Hati dan Semindang Bukit Kabu, Kabupaten Bengkulu Utara.

Demikian pula dengan PT DMH yang juga telah mendapatkan persetujuan prinsip penggunaan kawasan hutan produksi tetap seluas 373 hektar di kawasan Taba Penanjung, Kabupaten Bengkulu Utara (kini Bengkulu Tengah).

Berdasarkan pasal 32 ayat 2 PermenkehutNo.P.43/Menhut-II/2008 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan telah diatur, persetujuan pinjam pakai kawasan hutan yang telah ada sebelum adanya peraturan ini, memang belum ditindaklanjuti dengan perjanjian pinjam pakai. Maka itu, proses selanjutnya (proses pinjam pakai) disesuaikan dengan ketentuan peraturan ini.

Berdasarkan hal tersebut, artinya persetujuan prinsip PT Bukit Sunur No. 433/Menhutbun-VII/1999 tanggal 6 Mei 1999 dan PT DMH No.13/Menhutbun-VII/1999 tanggal 6 Januari 1999, selanjunya akan diproses sesuai dengan Permenkehut No.P.43/Menhut-II/2008. Hingga saat ini PT BS sendiri telah mengajukan permohonan izin pinjam pakai lahan dan tengah menunggu prosesnya. (prw/ken)
http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=8&artid=534

Perusahaan Batubara dan Pemkot, Dilaporkan ke KPK

Laporan dugaan korupsi tersebut disampaikan Ketua Umum LSM GAM RI Provinsi, Bawansyah. Laporan tersebut diterima dengan register 1126/53/2009.
Dugaan illegal loging yang mengarah ke PT BBU sebenarnya sudah berlangsung cukup lama.

Pasalnya, Departemen Badan Planologi (Baplan) Kehutanan Pusat melalui surat nomor S.524/VII-KP/2004 pada 16 Agustus 2004 silam. Kepala Baplan Muhammad Purnama menegaskan PT. BBU melakukan aktifitas pertambangan di kawasan hutan lindung. Izin penambangan PT. BBU yang dikeluarkan hingga 17 Mei 2001 berdasarkan surat Menhut No 1776/Menhut VII/1995, tidak bisa diperpanjang.

“Laporan sudah kita sampaikan ke KPK 14 Mei lalu, diterima sekretariat. Untuk memperkuat laporan, kami juga menyertakan dokumen atau bukti fisik yang mengarah pada dugaan illegal logging dan korupsi tersebut. Pantauan kami, ada dugaan kalau larangan eksploitasi pertambangan tidak dipatuhi.

Karena kegiatannya berlangsung di kawasan hutan lindung maka patut diduga telah terjadi pembalakan liar atau illegal logging. Sebab untuk membuka tambang maka pepohonan terpaksa ditebang,” ungkap Bawansyah, didampingi Penasihat Hukum LSM GAM, Yuliswan, SH.
Laporan satu lagi, terkait pembangunan guest house di Pantai Panjang senilai Rp 27 miliar. Pekerjaan fisik dilaksanakan PT. WAS dengan surat perjanjian kontrak No. Kontrak-900/110/BV tertanggal 11 Agustus 2004. Diduga, standar teknis ukuran bahan dan alat yang digunakan kualitasnya rendah.

Indikasinya, terlihat ketika gempa bumi bangunan yang baru dibangun ini sudah retak di sana sini. Padahal seharusnya bangunan ini dirancang tahan gempa. Berdasarkan kontrak, pembangunan guest house dilaksanakan selama satu tahun yakni 9 Agustus 2004 – 3 Agustus 2005 PT WAS selaku pemenang tender. “Kami menduga, pembangunan tidak sesuai teknis perencanaan. Padahal, Provinsi Bengkulu ini rawan gempa,” tambah Bawansyah.

Sementara itu, Juru Bicara Pemkot, Drs. Bahrum Simammora melalui Kasi Pelayanan Informasi Pemkot, Suryawan Halusi, S.Sos, M.Si menyatakan, pengaduan tersebut belum masuk ke Pemkot. Sehingga, belum diketahui substansi dari laporan tersebut. “Kita belum bisa banyak komentar, karena belum tahu pengaduannya seperti apa,” ungkap Suryawan.

Soal pembangunan Guest House telah dilaksanakan. Kini telah beroperasi dan telah dimanfaatkan masyarakat. Gempa kata Suryawan tidak bisa dijadikan alasan untuk menyatakan sebuah kualitas pembangunan. “Gempa kan bencana dari alam. Hingga kini, tidak ada satu teknologipun yang mampu mendeteksinya,” imbuh Suryawan.

Terkait pengaduan ke KPK, Suryawan menilai sebagai hak warga negara. Hanya saja, ia berharap agar pengaduan itu bisa dipertanggungjawabkan. Agar tidak menimbulkan syakwa sangka di mata publik. “Kita akan lihat dulu, seperti pengaduannya,” demikian Suryawan.
Sementara itu, GM PT. BBU, I Made Wedana ketika dikonfirmasi tidak bersedia memberikan komentar. “Wah saya no comment dulu lah,” elaknya.(beb/joe/bro)
http://www.harianrakyatbengkulu.com/ver3/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle&cid=7&artid=2357

Popular Posts