Memanasnya masalah aktivitas pertambangan batu bara yang menmblkan pencemaran dan kerusakan lingkungan serta infrasrtuktur membuat pengamat lingkungan Drs. Hasan Daulay, MS angkat bicara. Pengamat lingunagan dari Unib yang juga anggota tim Pusat studi Lingkungan Unib ini, menilai munculnya masalah ini di duga akibat penyusunan Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) yang kurang tepat.
Menurutnya utuk pengelolaan lingkunagn harus dikaji secara menyeluruh bagi pedoman pengelolaan lingkungan.Namun penyusunan Amdal perusahaan pertambangan batu bara yang selama ini dilakukan hanya sekedar legitimasi, tidak diterapkan secara kongret dan lengkap. Akibatnya, terjadinya pencemaran lingkunagan dan kerusakan infrastruktur sebagai dampak dari aktivitas perusahaan pertambangan batu bara.
Kalau izin Amdal benar-benar dilaksanakan,maka pencemaran dan kerusakan lingkunagn tidak akan terjadi.Nyatanya Amdal justru hanya sekedar menjadi legetimasi. Tidak ada pembinaan dan pengawasan lanjutan yang dilakukan,karena itulah berbagai dampaknya saat ini baru dirasakan.
Terkait sumber masalah izin Amdal tersebut, menurutnya Amdal jangan hanya dijadikan sekedar legitimasi, tapi dilaksanakan dan diawasi secara lengkap.selain itu masyarakat harus juga secara aktif terlibat melaporkan jika terjadi pencemaran. Dalamdokumen AMDAL yang telah dibuat tersebut, secara jelas tertulis ada keterlibatan masyarakat didalamnya. Prosedurnya, masyarakat dapat melaporkan hal tersebut kepada camat setempat, kenudian diteruskan kepada walikota/Bupati untuk selanjutnya diteruskan kepada Mentri. Atau masyarakat dapat lansung menulis surat kepada Deputi Kementrian Lingkungan Hidupnterkait adanya pencemaran tersebut. Jadi pihak kementrian biasanya lansung memberikan tanggapan tenang laporan itu dengan mengirimkan surat teguran via fax kepada instansi yang bertanggung jawab.
Diakui Hasan, dahulu pada saat pembuatan dokumen AMDAL perusahaan batubara tersebut karena saat itu yang berwenang mengeluarkan izin AMDAL lansung dari pusat, maka konsultannya pun bersala dari Jakarta. Akibatnya konsultan tersebut sama seklai tidak mengetahui kondisilapangan secara persis. Otomatis analisis yang dilakukannya juga tidak optimal.Hal ini lah yang justru menimbulkan permasalahan yang berakibat fatal namun baru sekarang dirasakan.
Ditambahkannya,seharusnya ada pengawasan terkait masalah ini, baik dari pemerintahan yaitu Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan masyarakat. BLH seharusnya selalu melakukan pengawasan terhadap AMDAL yang telah dikeluarkan tersebut. Masyarakat seharusnya juga berpartisipasi aktif melaporkan jika ada pencemaran.
Rakyat Bengkulu, Kamis 23 Juli 2009
Menurutnya utuk pengelolaan lingkunagn harus dikaji secara menyeluruh bagi pedoman pengelolaan lingkungan.Namun penyusunan Amdal perusahaan pertambangan batu bara yang selama ini dilakukan hanya sekedar legitimasi, tidak diterapkan secara kongret dan lengkap. Akibatnya, terjadinya pencemaran lingkunagan dan kerusakan infrastruktur sebagai dampak dari aktivitas perusahaan pertambangan batu bara.
Kalau izin Amdal benar-benar dilaksanakan,maka pencemaran dan kerusakan lingkunagn tidak akan terjadi.Nyatanya Amdal justru hanya sekedar menjadi legetimasi. Tidak ada pembinaan dan pengawasan lanjutan yang dilakukan,karena itulah berbagai dampaknya saat ini baru dirasakan.
Terkait sumber masalah izin Amdal tersebut, menurutnya Amdal jangan hanya dijadikan sekedar legitimasi, tapi dilaksanakan dan diawasi secara lengkap.selain itu masyarakat harus juga secara aktif terlibat melaporkan jika terjadi pencemaran. Dalamdokumen AMDAL yang telah dibuat tersebut, secara jelas tertulis ada keterlibatan masyarakat didalamnya. Prosedurnya, masyarakat dapat melaporkan hal tersebut kepada camat setempat, kenudian diteruskan kepada walikota/Bupati untuk selanjutnya diteruskan kepada Mentri. Atau masyarakat dapat lansung menulis surat kepada Deputi Kementrian Lingkungan Hidupnterkait adanya pencemaran tersebut. Jadi pihak kementrian biasanya lansung memberikan tanggapan tenang laporan itu dengan mengirimkan surat teguran via fax kepada instansi yang bertanggung jawab.
Diakui Hasan, dahulu pada saat pembuatan dokumen AMDAL perusahaan batubara tersebut karena saat itu yang berwenang mengeluarkan izin AMDAL lansung dari pusat, maka konsultannya pun bersala dari Jakarta. Akibatnya konsultan tersebut sama seklai tidak mengetahui kondisilapangan secara persis. Otomatis analisis yang dilakukannya juga tidak optimal.Hal ini lah yang justru menimbulkan permasalahan yang berakibat fatal namun baru sekarang dirasakan.
Ditambahkannya,seharusnya ada pengawasan terkait masalah ini, baik dari pemerintahan yaitu Badan Lingkungan Hidup (BLH), dan masyarakat. BLH seharusnya selalu melakukan pengawasan terhadap AMDAL yang telah dikeluarkan tersebut. Masyarakat seharusnya juga berpartisipasi aktif melaporkan jika ada pencemaran.
Rakyat Bengkulu, Kamis 23 Juli 2009