Bengkulu, GhaboNews - Air yang dikonsumsi masyarakat Kota Bengkulu dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) yang berasal dari instalasi Surabaya sudah tidak layak minum, karena air dari Sungai Air Bengkulu itu memiliki tingkat kekeruhan lebih dari 300 NTU.
"Padahal ambang batas hanya 15 NTU," kata Direktur Yayasan Ulayat, Oka Adriansyah, di Bengkulu, Kamis (23/4).
Ia mengatakan air tersebut telah tercampur dengan dua zat berbahaya, yakni "cromium" dan "copper", yang jika dikonsumsi tubuh dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan penyakit kanker. "Dua zat ini masing-masing akibat pencucian batubara di hulu sungai dan copper dari limbah pengolahan karet," katanya.
Oka mengatakan, hal ini merupakan hasil studi yang dilakukan Yayasan Ulayat belum lama ini dan saat ini dipastikan tidak ada biota yang mampu hidup di sungai tersebut.
Dia mengatakan, saat ini terdapat tiga perusahaan tambang batubara yang beroperasi di hulu sungai Air Bengkulu dan terdapat dua perusahaan pengolahan karet yang membuang limbahnya ke sungai Air Bengkulu. "Ditambah lagi kerusakan daerah tangkapan air dan kebiasaan buruk masyarakat kita yang membuang sampah ke sungai,"katanya.
Sementara kata Oka, hampir 30 persen masyarakat Kota Bengkulu masih menggunakan sumber air Sungai Air Bengkulu untuk kebutuhan minum dan lainnya.
Menurut dia, salah satu upaya yang memungkinkan untuk merehabilitasi air yang berasal dari Sungai Air Bengkulu adalah merehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS). "Sehingga proses pembersihan air itu sendiri berlangsung normal, kondisi saat ini DAS Air Bengkulu sangat parah kerusakannya,"katanya.
Salah satu indikator rusaknya hulu sungai adalah banjir langganan yang melanda Kota Bengkulu, khususnya di Kecamatan Sungai Serut yang merupakan bantaran Sungai Air Bengkulu.
Sumber berita :http://www.ghabo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65534&Itemid=1
"Padahal ambang batas hanya 15 NTU," kata Direktur Yayasan Ulayat, Oka Adriansyah, di Bengkulu, Kamis (23/4).
Ia mengatakan air tersebut telah tercampur dengan dua zat berbahaya, yakni "cromium" dan "copper", yang jika dikonsumsi tubuh dalam jangka waktu yang lama akan menimbulkan penyakit kanker. "Dua zat ini masing-masing akibat pencucian batubara di hulu sungai dan copper dari limbah pengolahan karet," katanya.
Oka mengatakan, hal ini merupakan hasil studi yang dilakukan Yayasan Ulayat belum lama ini dan saat ini dipastikan tidak ada biota yang mampu hidup di sungai tersebut.
Dia mengatakan, saat ini terdapat tiga perusahaan tambang batubara yang beroperasi di hulu sungai Air Bengkulu dan terdapat dua perusahaan pengolahan karet yang membuang limbahnya ke sungai Air Bengkulu. "Ditambah lagi kerusakan daerah tangkapan air dan kebiasaan buruk masyarakat kita yang membuang sampah ke sungai,"katanya.
Sementara kata Oka, hampir 30 persen masyarakat Kota Bengkulu masih menggunakan sumber air Sungai Air Bengkulu untuk kebutuhan minum dan lainnya.
Menurut dia, salah satu upaya yang memungkinkan untuk merehabilitasi air yang berasal dari Sungai Air Bengkulu adalah merehabilitasi Daerah Aliran Sungai (DAS). "Sehingga proses pembersihan air itu sendiri berlangsung normal, kondisi saat ini DAS Air Bengkulu sangat parah kerusakannya,"katanya.
Salah satu indikator rusaknya hulu sungai adalah banjir langganan yang melanda Kota Bengkulu, khususnya di Kecamatan Sungai Serut yang merupakan bantaran Sungai Air Bengkulu.
Sumber berita :http://www.ghabo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=65534&Itemid=1